🦋_Cantikmu Cerminan Keimananmu_ 🦋

           
               
           

                       بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
       *Cantikmu Cerminan Keimananmu*

Oleh: Dina Marlina, M.Pd.I

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang Maha Rahman dan Rahim, dengan Nur-Nya telah menerangi seluruh jagat raya dengan kebaikan dan keberkahan hingga akhir zaman.
Shalawat serta salam tersampaikan kepada junjungan besar Rasulullah SAW, penegak agama rahmatan lil ‘alamin yang membangun pondasi-pondasi kokoh kehidupan, sebagai bekal bagi manusia untuk mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Terdapat sebuah kisah tentang kecantikan sejati mengenai seorang wanita yang mendapatkan keistimewaan menjadi “pemimpin kaum wanita di syurga”, yaitu Fatimah yang diberi nama panggilan Al-Zahra (semerbak wangi bunga), putri kesayangan Rasulullah SAW, yang diceritakan dalam kitab al-Aqthaf ad-Daniyyah melalui riwayat Umar bin Khattab. Suatu hari diceritakan Sayyidah Fathimah, didatangi sahabat yang bernama Abdurrahman bin ‘Auf. Kedatangan Abdurrahman bertujuan untuk mencari penawar bagi susana hati Rasulullah SAW yang sedang dirundung sedih dan kalut selepas menerima wahyu dari Malaikat Jibril. Satu hal yang selalu membuat bahagia Rasulullah adalah melihat putrinya. “Baik. Tolong menyingkirlah sejenak hingga aku selesai ganti pakaian.” Keduanya lalu berangkat ke tempat Rasulullah. Saat itu Fathimah menyelimuti tubuhnya dengan pakaian yang usang. Ada 12 jahitan dalam lembar kain tersebut. Serpihan dedaunan kurma juga tampak menempel di sela-selanya. Sayidina Umar bin Khattab menepuk kepala ketika menyaksikan penampilan Fathimah. “Betapa nelangsa putri Muhammad SAW. Para putri kaisar dan raja mengenakan sutra-sutra halus sementara Fathimah anak perempuan utusan Allah puas dengan selimut bulu dengan 12 jahitan dan dedaunan kurma.” Sesampainya menghadap ayahandanya, Fathimah bertutur, “Ya Rasulullah, tahukah bahwa Umar terheran-heran dengan pakaianku? Demi Dzat yang mengutusmu dengan kemuliaan, aku dan Ali (Sayyidina Ali bin Abi Thalib, suaminya) selama lima tahun tak pernah menggunakan kasur kecuali kulit kambing.” Fathimah menceritakan, keluarganya menggunakan kulit kambing tersebut hanya pada malam hari. Sementara siang kulit ini menjelma sebagai tempat makan untuk unta. Bantal mereka hanya terbuat dari kulit yang berisi serpihan dedaunan kurma. “Wahai Umar, tinggalkan putriku. Mungkin Fathimah sedang menjadi kuda pacu yang unggul (al-khailus sabiq),” sabda Nabi kepada sahabatnya itu. Analogi kuda pacu merujuk pada pengertian keutamaan sikap Fathimah yang mengungguli seluruh putri-putri raja lainnya. “Tebusanmu (wahai Ayah) adalah diriku,” sahut Fathimah.
Demikianlah pribadi Fatimah yang luhur, keluhuran budi pekertinya merupakan pancaran sinar dari keluhuran ayahandanya Rasulullah SAW, ia telah tumbuh menjadi pribadi yang terpelihara secara sempurna, kemuliaan jiwa, cinta pada kebaikan, dan akhlak nan elok, yang kesemuanya ini merupakan wujud dari keimanan seorang wanita kepada Allah dan utusan-Nya. Seorang wanita yang memilih gaya hidup begitu sederhana, bahkan merasa puas hanya dengan mengenakan selimut bulu dengan 12 jahitan dan dedaunan kurma.

Bagi Fatimah, penampilan fisik bukanlah prioritas yang harus dikejar, seandainya Fatimah menginginkan kehidupan kaya-raya dan megah, maka itu sangatlah mudah baginya dengan kedudukan ayahandanya Rasulullah SAW sebagai kekasih Allah. Namun, dunia tidaklah bersamayam dalam jiwa Fatimah, sehingga Fatimah tidak pernah merasa risau, gelisah, apalagi mengeluh terhadap kehidupan miskin dan serba kekurangan yang dijalaninya dengan suaminya Ali bin Abi Thalib.

Inilah potret kecantikan sejati seorang perempuan. Kecantikan yang tidak datang dari penampilan fisik (zahir) karena paras elok, alis tebal, bibir merah merona, tubuh seksi, pakaian branded. Namun, kecantikan yang berasal dari dalam (inner beauty), buah dari keimanan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, yang bersemayam dalam jiwa wanita-wanita yang diberkati Allah. Kecantikan yang memiliki level/derajat di atas kecantikan zahir, yang pada gilirannya akan memancar ke luar (diri) dalam bentuk pribadi mulia, keteguhan dalam agama Allah, cahaya iman pada wajah, tutur kata dan perilaku yang menyejukkan, serta akan menjadi sebaik-baik perhiasan dunia yaitu perempuan shalihah (khairu mataiha al-mar’atus shalihah).

Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِـنْ يَنْظُرُ إِلَى قُــــلُوبِكُمْ وَأَعْمَــالِكُمْ

_“Sungguh Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, melainkan melihat hati dan amal kalian.” (HR Muslim)._

Sabda Rasulullah SAW tersebut menjelaskan bahwa penilaian Allah SWT kepada para hambanya bukanlah tertuju pada sesuatu yang bersifat zahir/tampak (rupa dan harta). Akan tetapi, penilaian Allah tertuju kepada kualitas hati (keimanan) dan kualitas amal perbuatan manusia. Oleh sebab itu, sibukkanlah diri dengan mempercantik jiwa dimata Allah SWT, jangan hanya mempercantik diri di mata manusia.

Cantik di mata Allah SWT sudah pasti akan berbuah manis di dunia dan akhirat, tapi cantik di mata manusia tidak bersifat kekal abadi. Tubuh mulus yang dibanggakan akan mengeriput seiring bertambahnya usia, wajah cantik yang selalu mendapatkan perawatan skincare mahal akan menua dan tak enak dipandang, rambut hitam mengkilap yang kerap dipamerkan akan memutih.

 Sementara! ya.. hanya bersifat sementara! Namun, banyak wanita terlalu sibuk mengurus penampilan dirinya, mengeluarkan ratus bahkan jutaan rupiah untuk memperelok penampilannya, dan kerap melupakan bagaimana dia mempercantik diri di hadapan Rabb-nya. Mereka lupa bagaimana caranya agar dicintai Allah dan hanya sibuk memikirkan bagaimana manusia mencintai mereka. Mereka lupa bagaimana caranya menyayangi Allah padahal Allah selalu menyayangi mereka, dan mereka sibuk memikirkan bagaimana agar manusia tetap menyayangi mereka. Mereka sibuk melakukan banyak hal untuk diri sendiri dan manusia, tetapi mereka lalai, jarang, bahkan tidak pernah melakukan banyak hal untuk Allah SWT.

Lantas, mereka hanya akan menjadi perhiasan dunia saja, dan tidak menjadi sebaik-baik perhiasan dunia. Bahkan, kecantikan zahir kerap akan membawanya ke dalam kehinaan jika mereka para wanita tidak mengukuhkan keimanan sebagai benteng pertahanan diri. Oleh karena itu cantik paras (zahir) bukanlah barometer untuk mengukur mulia tidaknya seorang muslimah. Namun, kecantikan hati/jiwa lah yang merupakan barometer kemuliaan, yang diwujudkan dalam bentuk ketakwaan dan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasululullah SAW. Hal ini sebagaimana
 ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman:

...ْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ …

_“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa”. (QS. Al-Hujurat: 13)._

Manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa. Inilah yang ditegaskan Allah SWT.

*Akhirul kalam, semoga kita para wanita menjadi sebaik-baik perhiasan dunia, selalu dan terus-menerus mempecantik diri di hadapan Allah SWT. Sehingga Allah SWT mempercantik kita di hadapan manusia.*

Wallahu a'lam bi showab





#LiterasiDuRumahAja
#HumedMT.Al-Kahfi2020.
#jazakumullah khairan katsiran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(SEKILAS DAKWAH) Biodata Imam Al-Ghazali

🌹Mencintai Dalam Diam🌹

OBATMU ADALAH SEDEKAHMU