Ayah


Disuatu malam yang begitu hening, ku coba memulainya dengan memutar lagu ada band feat Gita Gutawa dengan judul Terbaik Untukmu, di ruang yang cukup kecil ini cukup membuatku untuk bernostalgia, dan aku semakin sadar bahwa malam itu  ayah memang telah lama tak lagi bersamaku. Kejadian beberapa tahun silam membuatku harus benar-benar menerima bahwa ayah memang tak selamanya utuh hanya milikku, aku harus berbagi waktu, bahkan kasih sayang pun aku harus berbagi dengan mereka, dengan mereka yang sungguh asing bagiku. Jiwa ini semakin terpukul, aku semakin rapuh kala mamah menyatakan tak sanggup lagi, oh tuhan aku menyayangi keduanya.
Dari tahun ke tahun, jiwa ku terus diuji, begitu pun dengan mamah, ayah yang memiliki dua orang istri terkadang membuat ayah kepalangan. Karena untuk adil itu sulit. Mamah semakin tersiksa kala istri muda mulai bertingkah, aku dan kakak ku selalu membisu namun terkadang angkat bicara jika kondisi sudah mulai parah. Ayah tak lagi setegas dulu, ayah ada apa dengan mu.
Wanita asing itu berulah, mengatas namakan anak yang ia kandung, lalu ia berkata “Mas aku sedang hamil, dan aku ingin selalu bersamamu, dan aku ingin hidup bersama Kak Lina (Lina = nama mamahku). Keinginan yang mulai aku curigai, namun ayah mengiyakannya. “kesepakatan macam apa itu, tak sedikitpun menayakan pendapat mamah ataupun aku dan kakak ku” tukas ku dalam hati. Aku pun pergi, meninggalkan wajah sinis.
Sabtu sore, aku baru saja pulang latihan karate, namun halaman rumah kupandang begitu ramai, barang-barang diangkut ke dalam satu per satu, firasatku langsung pada istri muda ayah dan benar saja ternyata itu semua milik wanita itu. “Assallammu’alaikum” ucapku sembari salam kepada ayah lalu pergi masuk tanpa menegur wanita itu.  Terdengar suara ayah yang memanggilku, namun saat itu aku benar-benar kesal, dan mendorongku tak memenuhi panggilnya.
Hari terus berlalu, sebulan sudah wanita itu berada bersama kami, kakak ku mulai jarang beriam diri, mamah selalu mengikuti kajian-kajian. Namun dibalik itu aku senang karena mamah dapat mengendalikan emosinya, mamah mulai menerima wanita itu, namun hal yang fatal yang dilakukan wanita itu hingga membuat ayah dan mamah tak lagi bersatu. “Crrrrhhhhhhh” suara piring jatuh, mamah dan wanita itu berada di dapur dan ayah, aku dan kakakpun tersontak lalu bergegas berlari menuju asal suara itu. “mas,mas, kak Lina kok tega melempar piring itu kepadaku” tukas wanita itu, “Lah kok berkata demikian, kapan saya melakukan hal itu, bukankah saya pun baru hadir, baru beberapa menit yang lalu saya di halaman dan pergi kedapur karena saya haus, saya tidak melakukan hal itu mas” uja rmamah. Kakak kupun beranjak seketika dari drama yang baru saja dimulai. “Sudahlah initnya tidak ada yang terluka” ungkap ayah sembari menuntun wanita hamil itu. Aku segera menghampiri mamah, mamah mengelus dada sembari berkata “Mamah kaget nak kok bisa ibu mu itu berkata demikian”,” ibu, tidak andin gk punya ibu andin hanya punya mamah, mamah selamanya” semabri memeluk mamah.
Masih di hari yang sama, malam itu aku sedang dalam kamar, namun suara ribut-ribut mengusik ku, aku pun keluar bersamaan dengan kakak ku dari kamar kamimasing-masing “Ada keributan apalgi sih dik?” Tanya kakak ku saat wajah kita sama-sama berpapasan saat membuaka pintu. Aku hanya menggelengkan kepala, isyarat aku tak tahu. “Pasti ulah wanita itu” Sahut kakak ku kesal. Aku hanya bisa terdiam dan mengikuti langkah kakak ku menuju asal keributan itu, dan benar saja di ruang tamu itu sudah ada mamah, ayah, dan wanita muda itu. “Ada apalagi sih? Tanya kakak dengan intonasi tinggi. “Itu loh mamah mu, mencoba membunh anak ku, mamah mu itu baik di luar saja tapi …..” “Cukup!” balas kakak ku. “Ayo mah ke kamar andin”seru kakak kepada mamah yang sedang tersungkur dan membisu di atas sofa itu. Hatiku begitu panas melihat mamah yang sudah terbujur basah. Aku semakin heran ada apa ini sebenarnya. Hingga mamah ku berkata “Sudahlah yah, mamah capek, lah kalau mbak iis (Iis= nama istri kedua ayah) tidak mau berkata sejujurnya dan jika yang mbak mau melihat saya berpisah dengan mas ardi (Ardi = nama ayah), ya wes toh, saya menyerah mas maaf, saya tidak bisa hidup begini, saya ingin pisah” Pernyataan mamah sembari menangis. Pernytaan yang membuatku semakin tak menyukai wanita itu, dan sikap ayah yang hanya membisu tak karuan.
Aku, mamah, dan kak andi meninggalkan ayah dan wanita itu, kami beranjak ke kamarku dan menenangkan mamah. “Mamah besok mau pulang ke rumah nenekmu, kalian mau ikut?” “Pertanyaan macam apa ini”Sahut kakak ku tanpa jeda. Kami memeluk mama dengan erat.
Hari baru itu hadir,  aku harus benar-benar berjarak denganmu yah, aku coba menahan perih, menahan bulir-bulir ini namun aku pecah, aku memelukmu dengan erat, aku utarakan semua isi hatiku, aku membuat sebuah pernyataan bahwa aku tak lagi berbahagia dengan keadaan seperti ini. Bahwa aku sangat kecewa dengan keputusan ayah dan mamah, aku bisikan kepada ayah “Mengapa harus membuat jarak denganku yah?” dengan perlahan aku pun melepaskan tubuhku, dan berlari jauh hingga tak terlihat lagi bayang-bayangnya. Ingatkan yah. Waktu itu adalah hari yang terberat bagiku.
Tibalah di mana aku harus menyusun semua cerita baru kembali, memulai beradaptasi dengan lingkungan baru, dan memasang topeng bahwa aku sangat bahagia. Karena aku, mamah, dan kakak ya kami pindah ke rumah nenek. Semuapun dimulai, aku mulai melangkah dan di  Satu hari yang sangat membuatku terpukul ialah saat di mana semua orangtua harus mengantarkan dan menjemput anak-anaknya, namun aku hanya seorang diri, berjalan menyusuri jalan setapak, sesampainya di rumah, aku jatuhkan diriku di peraduanku, aku membuat basah bantal-bantalku dan mengurung diri di ruang kecil itu. Jangan ikut menangis yah, aku hanya mengekspresikan rasa rinduku saja.
Lima tahun berlalu, semua tak terlewatkan dengan begitu saja, ada saja hal-hal yang menggoreskan hatiku yah, begitu pula dengan kabar ayah, tak setitikpun terdengar bahkan saat hari di mana aku mengenang hari kelahiranku engkau yang sangat ku rindukan dan ku harapkan ternyata hanya tenggelam dalam waktu, menunggu kabar namun tak sampai pula terdengar. Hari itu hujan turun, aku mengingat semua kisah ku dengan ayah, aku rindu saat pertama ayah mengajarkan tugas-tugas sekolahku, dengan setia ayah menemaniku, mengajarkan ku mengendarai sepeda, dengan susah payah hingga  pada akhinrya aku bisa, aku rindu amarah ayah  saat ku lalai dalam menunaikan ibadah, aku rindu dengan air hangat asam gula buatan ayah , aku rindu telur dadar kecap buatan ayah, aku rindu diantar latihan karate oleh ayah, aku rindu berjalan-jalan mengitari kota bandung bersama ayah, aku rindu aku rindu semua kisah bersama ayah, dan yang sangat ku rindukan nasihat-nasihat yang selalu ayah lontarkan kala kita sering berjalan berdua, saat semua hening, nasihat-nasihat ayah selalu terdengar, namun sekarang kala hening mencengkram, kala hujan semakin asyik untuk berbincang, tak adalagi nasihat-nasihat itu, aku hanya bisa mengingat, memutar semua kisah yang pernah ku lalui bersama ayah, hingga air mata selalu terundang. Ayah, apakah ayah juga merindukanku?, ayah dijarak yang jauh ini aku selalu mengharapkan dirimu, kau tahu yah, aku memiliki mimpi dan mimpi itu tak bisa tercapai jika kau tak disampingku, apakah ayah ingin tahu mimpiku itu apa? Ya, tentu kau harus tau, mimpiku. Cita-citaku aku ingin kau antarkan aku kesekolah. Bisakah kau luangkan waktumu yah hanya sekejap saja, hanya untuk mewujudkan kenginanku saja sederhana bukan?
Ayah, ayah tahu gak, teman-temanku di sini menganggap aku sebagai anak yang tak kekurangan sedikitpun, mereka menganggap bahwa keluargaku lengkap, mereka menganggap aku adalah seorang anak yang begitu bahagia, tapi yah, dia tidak tahu saja bahwa aku sedang menggunakan topeng ku hehehehe, oh ayah, andaikan kau tahu, betapa beratnya aku melalui hari-hariku ini.
Ayah sedang apa di sana? Sedang menemani anak-anak ayah ya?, sungguh bahagia ya yah jadi mereka, tapi sudahlah aku tetap menyayangi dirimu yah.
Tujuh tahun sudah kita tidak bersua ya yah, tujuh tahun yah, bukan tujuh hari, semua terlewat begitu saja, aku percaya kau pun merindukan ku, dan benar kau hadir kembali disampingku, kau membuat cerita ku nampak bagaikan cerita drama, kau wujudkan mimpiku, ya walau saat ini aku sudah sebagai mahasiswa, tapi aku sempat merasakan bagaimana rasanya diantar dan dijemput oleh ayahnya sendiri, aku sangat bahagia, yah terimakasih banyak. Kau hadir dari kota kembang ke pulau seribu masjid hanya untukku, terimakasih yah telah meluangkan waktumu, walau aku tahu usainya kau menemaniku kau akan dituai dengan seribu pertanyaan, padahal hanya bersua dengan anaknya saja ya, tapi begitulah hidup.
Ayah, terimakasih telah berkunjung, terimakasih telah menambah ceritaku, terimakasih yah. Kau selalu menjadi lelakiku, tetap  pahlawanku,. Terimakasih telah mendidikku dengan jarak yang jauh ini, dengan begini aku mengerti bahwa cinta tak selamanya harus bersama, bahwa rindu tak selamanya harus bersua, bahwa semua yang tak tampak tak selamanya negatif, dan bahwa semua yang jauh tak selamanya tak merindu. Ayah dari jarak yang jauh ini, aku bangga padamu, maafkan aku atas semua yang telah aku torehkan, tapi yah, aku tetap anakmu, aku tetap akan menjengukmu dengan hasil jerih payahku sendiri, aku tahu memiliki saudara kembali adalah hal yang begitu berat untukku terima, namun saat ini aku telah mengerti, aku telah ikhlas, dan aku tak pernah terbesit untuk menyimpan rasa dendam kepada mereka, tidak yah, satu pesanku yah, jangan lupa memberi kabar, dan jangan susah untukku hubungi tetap jaga kesehatan ya yah. Akan ada masanya aku yang akan membahagiakanmu. Dari sepucuk cinta untuk ayah, inilah rasaku yang sesungguhnya yah, bagaimanapun dirimu, kau tetap kebanggaanku, tetap pahlawanku, aku sayang dirimu, dan selalu mencintaimu. Sehat selalu yah. Dari jarak yang cukup jauh perlu ayah ketahui, aku sedang menabung yah, menabung untuk bisa menuai cerita kembali bersama dengan ayah, tunggu aku yah mewujudkan cita-cita ayah. Aku sayang Ayah. 
   ....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(SEKILAS DAKWAH) Biodata Imam Al-Ghazali

🌹Mencintai Dalam Diam🌹

OBATMU ADALAH SEDEKAHMU